Monday, June 13, 2022

 3.1.a.9. Koneksi Antar Materi – Modul 3.1

 

Feni Febryani Zaman_CGP Kelas F_SDN 079 Kopo Pajagalan

Kota Bandung_Jawa Barat_Angkatan 4

Fasilitator: FAS017 - IMRAN TULULI PPGP 4

PP: M. Nurul Huda



 

  • Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Jawab: Pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil. Semboyan terkenal dari Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa, Tut Wuri handayani, yang memiliki makna bahwa pada saat seorang pemimpin berada di depan, maka dia harus bisa memberikan tauladan. Pada saat berada di tengah, maka dia harus bisa membangun motivasi/semangat. Pada saat berada di belakang, maka seorang pemimpin harus bisa memberikan dukungan atau motivasi. Sebagai seorang pendidik maka kita harus menyadari bahwa setiap anak lahir di dunia ini dengan membawa kodratnya masing-masing. Sebagai guru tugas kita adalah menuntun dan mengarahkan segala kodrat yang ada pada masing-masing anak didik kita. Kita hanya bisa mengarahkan dan memberikan dorongan, supaya mereka tidak kehilangan arah pada saat mereka berproses. Kita berikan mereka kebebasan dan kemerdekaan dalam belajar sehingga hal ini akan berdampak pada saat mereka belajar untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat dan bertanggungjawab. Guru haruslah menjadi sosok yang bisa mengambil keputusan yang berpihak pada murid dengan menerapkan 4 Paradigma Pengambilan Keputusan, 3 Prinsip dalam menyelesaikan dilemma, dan 9 langkah Pengambilan dan Penbujian Keputusan yaitu sebagai berikut.

1.        Mengidentifikasi bahwa terdapat nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2.        Menentukan siapa saja yang terlibat dalam situasi ini.

3.        Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4.        Melakukan pengujian benar atau salah baik melalui uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran serta uji panutan atau idola.

5.        Melakukan pengujian paradigma benar atau salah yang memuat 4 paradigma yaitu : individu lawan masyarakat, rasa keadilan lawan rasa kasihan serta jangka pendek lawan jangka Panjang.

6.        Melakukan prinsip resolusi yakni berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis aturan atau berpikir berbasis rasa peduli.

7.        Melakukan investigasi opsi trilemma.

8.        Membuat keputusan.

9.        Melaihat kembali keputusan kemudian merefleksikannya.

 

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Jawab: Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang pendidik, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang diambil dalam pengambilan suatu keputusan. Sebagai seorang pendidik seharusnya kita memiliki nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri kita. Nilai kebajikan, kejujuran, tanggungjawab, disiplin, toleransi, gotong royong dan kebaikan lainnya. Nilai-nilai tersebut akan sangat berpengaruh pada saat seorang pendidik mengambil sebuah keputusan. Karena nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita akan mendasari pemikiran kita dalam mengambil sebuah keputusan yang mengandung Dilema Etika ataukah Bujukan Moral.

 

  • Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Jawab: Dalam proses pengambilan keputusan, terkadang ditemukan permasalahan-permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Apalagi bila keputusan yang diambil menyebabkan konflik. Tak seorang pun sempurna sebagai pengambil keputusan, akan tetapi kita tentunya menghendaki keberhasilan dalam memutuskan sesuatu yang penting. Pengambilan keputusan yang baik salah satunya dapat dicapai melalui proses coaching. Melalui proses coaching dapat memberikan manfaat berarti bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi diri yang dimilikinya termasuk dalam menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya sendiri. Apabila peserta didik memperoleh coaching yang tepat, maka akan berdampak pada tercapainya kompetensi, membangkitkan motivasi dan komitmen pada perubahan. Proses coaching ini sangat efektif terutama dalam pengujian pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Coaching adalah ketrampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru hendaknya dapat menuntun dan memberikan ruang bagi murid untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan pengetahuan baru yang didapatnya. Dengan begitu murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan perspektif dirinya. Menjadi murid yang merdeka, kreatif, inovatif, pribadi yang matang serta penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan yang dapat menentukan bagi masa depan mereka sendiri.

 

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Jawab: Dalam proses kegiatan belajar mengajar seorang pendidik harus mampu memahami kebutuhan belajar murid-muridnya. Selain itu Pendidik juga harus memiliki kompetensi sosial emosional, karena dengan memiliki keterampilan mengelola sosial emosional tersebut maka seorang pendidik akan bisa mengambil sebuah keputusan secara sadar (mindfulness). Dengan demikian, keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan.


  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Jawab: Sebagai seorang Pemimpin Pembelajaran seorang Pendidik haruslah memahami apakah kasus/masalah yang sedang dihadapi merupakan dilema etika ataukah bujukan moral. Dengan nilai=nilai kebajikan yang dimiliki oleh seorang Pendidik maka dia akan memiliki bekal untuk mengambil sebuah keputusan yang bertanggungjawab.

 

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Jawab: Agar seorang Pendidik bisa mengambil sebuah keputusan yang tepat sehingga berdampak terciptanya lingkungan yang positif, aman dan nyaman serta kondusif, pertama kali yang harus dilakukan oleh seorang Pemimpin Pembelajaran adalah mengenali kasus atau masalah yang terjadi terlebih dahulu. Apakah kasus tersebut termasuk dilema etika ataukah bujukan moral. Jika termasuk dalam Dilema Etika, maka yang harus dilakukan adalah mengalisa kasus tersebut dengan berdasar pada 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan serta penujian pengamilan keputusan. Jika kasus tersebut merupakan bujukan moral, maka cukup dengan menggunakan 9 langkah pengambilan serta penujian pengamilan keputusan saja.

 

  • Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Jawab: Kesulitan yang sering saya alami di lingkungan saya pada waktu pengambilan keputusan adalah pada perasaan. Saya selalu merasa takut jika keputusan yang saya ambil tersebut tidak berkenan di hati orang lain.

 

  • Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Jawab: Sebagai seorang Pendidik dan Pemimpin Pembelajaran, tentunya kita harus bisa menyelesaikan sebuah masalah yang terjadi dengan sebuah keputusan yang  tepat. Tentu saja dengan tetap berdasar kepada 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil haruslah berpihak kepada murid.


  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Jawab: Keputusan yang diambil oleh seorang Pemimpin Pembelajaran dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Salah satu contohnya kasus dilemma etika menaikkan murid yang nilainya kurang namun rajin ke sekolah. Jika kita tidak menaikkan murid tersebut tentu sangat berpengaruh pada psikisnya, yang pasti akan mempengaruhi kehidupannya di masa depan mereka. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus mengambil keputusan yang berpihak pada murid, agar dampak dari pengambilan keputusan yang kita ambil tersebut tidak berdampak buruk pada masa depan murid kita.

 

  • Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Jawab: Kesimpulan akhir yang dapat diambil dari Materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul sebelumnya adalah Modul sebelumnya dan materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yaitu bertujuan untuk menuntun murid mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidupnya secara lahir maupun bathin. Baik untuk dirinya sendiri maupun di masyarakat. Sesuai dengan Pratap triloka yang di cetuskan oleh Ki hajar Dewantara dengan semboyannya.bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala proses dan potensi anak.

Thursday, February 10, 2022

Artikel Aksi Nyata Budaya Positif Calon Guru Penggerak Angkatan 4 Kota Bandung

 1.4.a.10.2 Aksi Nyata - Budaya Positif - Forum Berbagi Aksi Nyata

Feni Febryani Zaman_CGP Kelas F_SDN 079 Kopo Pajagalan

Kota Bandung_Jawa Barat_Angkatan 4

Fasilitator: FAS017 - IMRAN TULULI PPGP 4

Pendidikan Calon Guru Penggerak adalah wadah bagi saya untuk belajar, berkolaborasi bersama teman-teman Calon Guru Penggerak lainnya, untuk berbagi ilmu, pengalaman dan wawasan terkait pendidikan. Kami melaksakan pendidikan dengan mempelajari modul secara Daring dalam LMS, Ruang Kolaborasi, Ruang Elaborasi dengan cara tatap maya melalui Google Meeting, Modul 1.1 kami mempelajari terkait Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Modul 1.2 Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3 Visi Guru Penggerak, dan Modul 1.4 Budaya Positif. Membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid sehingga dapat membantu kami Calon Guru Penggerak mencapai visi guru penggerak. Kami belajar bagaimana peran guru dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid, dan bagaimana membangun keyakinan atau visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif.

Seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa,

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)

Dari uraian tersebut, kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.


Eksplorasi Konsep Budaya Positif

A.  Perubahan Paradigma - Stimulus Respon lawan Teori Kontrol

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane Gossen. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid.







B. Konsep Disiplin Positif dan Motivasi

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut.

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Tiga Motivasi Perilaku Manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. 

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.



B.  Keyakinan Kelas

Mengapa keyakinan kelas? Bukan peraturan kelas?

“Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?”

“untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.  

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Pembentukan Keyakinan Kelas:

  Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.

   Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.

   Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.

   Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.

  Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 

• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.

    Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa alasan mengapa penghargaan justru sama seperti menghukum seseorang

Penghargaan Tidak Efektif

Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.

Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya. 

Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan tidak akan berhasil.

Penghargaan Merusak Hubungan

Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.

Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.

Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.

Penghargaan Mengurangi Ketepatan (Penghargaan Menghukum)

Penghargaan menghukum mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa ‘dihukum’.

Penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.

D.  Pemenuhan Kebutuhan Dasar (5 Kebutuhan Dasar Manusia)

1. Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima)

2. Kebutuhan Bertahan Hidup

3. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)

4. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)

5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)

E. Lima (5) Posisi Kontrol

Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”

Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau. Pertanyaannya: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”

Question 1 “Saya kecewa sekali dengan kamu…”

Pembuat orang merasa bersalah

Question 2 “Kamu tidak pernah benar melakukannya….”

Penghukum

Question 3 “Ayolah, lakukan demi saya ya….”

Pembuat orang merasa bersalah

Question 4 “Apakah kamu mau mendapatkan stiker bintang hari ini?”

Teman

Question 5 “Bagaimana kamu bisa menyelesaikan masalah ini?”

Manager

Question 6 “Kamu selalu yang paling terakhir…”

Penghukum

Question 7 “Kamu tidak akan mendapatkan bintang bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?”

Pemantau

Question 8 “Berapa kali ya saya sudah mengatakan kepada kamu?”

Penghukum

Question 9 “Ingat bukan, apa yang telah saya lakukan untuk kamu?

Pembuat orang merasa bersalah

Question 10 “Kamu tidak akan pernah berhasil dalam kehidupan ini”

Penghukum

Question 11 “Apa rencanamu untuk menyelesaikan ini?”

Manager





F. Segitiga Restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) 

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.

Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan.

-          Restitusi memperbaiki hubungan.

-          Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan.

-          Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri.

-          Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan.

-          Restitusi diri adalah cara yang paling baik

 Dokumentasi Budaya Positif yang telah dilakuakn di kelas: