1.4.a.10.2 Aksi Nyata - Budaya Positif - Forum Berbagi Aksi Nyata
Feni Febryani
Zaman_CGP Kelas F_SDN 079 Kopo Pajagalan
Kota Bandung_Jawa
Barat_Angkatan 4
Fasilitator: FAS017 -
IMRAN TULULI PPGP 4
Pendidikan Calon Guru
Penggerak adalah wadah bagi saya untuk belajar, berkolaborasi bersama
teman-teman Calon Guru Penggerak lainnya, untuk berbagi ilmu, pengalaman dan
wawasan terkait pendidikan. Kami melaksakan pendidikan dengan mempelajari modul
secara Daring dalam LMS, Ruang Kolaborasi, Ruang Elaborasi dengan cara tatap
maya melalui Google Meeting, Modul 1.1 kami mempelajari terkait Filosofi Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara, Modul 1.2 Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3
Visi Guru Penggerak, dan Modul 1.4 Budaya Positif. Membangun budaya positif di
sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan
yang berpihak pada murid sehingga dapat membantu kami Calon Guru Penggerak
mencapai visi guru penggerak. Kami belajar bagaimana peran guru dalam membangun
budaya positif yang berpihak pada murid, dan bagaimana membangun keyakinan atau
visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif.
Seperti yang
diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa,
“…kita ambil contoh
perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya
sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya
dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara
tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar
Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)
Dari uraian tersebut,
kita dapat memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok
tanam sehingga guru harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang
menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik.
Dengan demikian, karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid
yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu
menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya
terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari
lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Eksplorasi Konsep Budaya Positif
A. Perubahan Paradigma - Stimulus Respon lawan Teori Kontrol
Untuk membangun budaya yang positif,
sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar
murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri,
dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah
bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan
disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane Gossen. Lazimnya
disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi
murid.
B. Konsep Disiplin Positif dan
Motivasi
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’
dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk
mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan
ketidaknyamanan.
Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai
kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan
murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat.
Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal.
Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain
untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar,
bukan dari dalam diri kita sendiri.
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal
dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga
berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut.
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah
menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa
berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki
motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Tiga Motivasi Perilaku Manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.
B. Keyakinan Kelas
Mengapa keyakinan kelas? Bukan peraturan
kelas?
“Mengapa kita memiliki peraturan tentang
penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?”
“untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan
inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan
atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas
dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.
Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan
akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik.
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan,
daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus
berlaku begini atau begitu.
Pembentukan Keyakinan Kelas:
• Keyakinan
kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
• Keyakinan
kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan
keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan
kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh
semua warga kelas.
• Keyakinan
kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua
warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat
kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan
beberapa alasan mengapa penghargaan justru sama seperti menghukum seseorang
Penghargaan Tidak Efektif
Suatu penghargaan adalah suatu benda
atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda
melakukan hal ini, Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
Jika saya mengharapkan suatu penghargaan
dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta
kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.
Orang yang berusaha berhenti merokok,
atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan
tidak akan berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
Ketika seorang diberi penghargaan atau
dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari
mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.
Jika seorang guru sering memberikan
penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi
hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru
tersebut.
Penghargaan menciptakan persaingan di
dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan (Penghargaan Menghukum)
Penghargaan menghukum mereka yang tidak
mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang
mendapatkan ranking kedua akan merasa ‘dihukum’.
Penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
D. Pemenuhan Kebutuhan Dasar (5 Kebutuhan Dasar Manusia)
1. Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan
untuk Diterima)
2. Kebutuhan Bertahan Hidup
3. Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas
Kemampuan)
4. Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
5. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
E. Lima (5) Posisi Kontrol
Penghukum:
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang
yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah
memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam
lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi aturan saya, atau awas!”
Pembuat Orang Merasa Bersalah:
pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa
bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak
nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan
seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
Teman: Guru pada
posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol
murid melalui persuasi. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan
humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
Monitor/Pemantau:
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab
atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Dengan menggunakan
sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid,
Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
Manajer: Posisi
terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama
dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung
murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer
telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau. Pertanyaannya:
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
Question 1 “Saya kecewa sekali dengan
kamu…”
Pembuat orang merasa bersalah
Question 2 “Kamu tidak pernah benar
melakukannya….”
Penghukum
Question 3 “Ayolah, lakukan demi saya
ya….”
Pembuat orang merasa bersalah
Question 4 “Apakah kamu mau mendapatkan
stiker bintang hari ini?”
Teman
Question 5 “Bagaimana kamu bisa
menyelesaikan masalah ini?”
Manager
Question 6 “Kamu selalu yang paling
terakhir…”
Penghukum
Question 7 “Kamu tidak akan mendapatkan
bintang bila tidak menyelesaikan tugas ini ya?”
Pemantau
Question 8 “Berapa kali ya saya sudah
mengatakan kepada kamu?”
Penghukum
Question 9 “Ingat bukan, apa yang telah
saya lakukan untuk kamu?
Pembuat orang merasa bersalah
Question 10 “Kamu tidak akan pernah
berhasil dalam kehidupan ini”
Penghukum
Question 11 “Apa rencanamu untuk
menyelesaikan ini?”
Manager
F. Segitiga Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan
kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa
kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;
2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif
yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka
harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi membantu murid menjadi lebih
memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat
salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan
orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi
orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan,
namun untuk belajar dari kesalahan.
-
Restitusi memperbaiki hubungan.
-
Restitusi adalah tawaran, bukan
paksaan.
-
Restitusi menuntun untuk melihat ke
dalam diri.
-
Restitusi mencari kebutuhan dasar
yang mendasari tindakan.
-
Restitusi diri adalah cara yang
paling baik